Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sudahlah, Kembalikan Semua Masalahmu kepada Allah

“Idzaa Athlaqats Tsanaa-a ‘Alaiyka
Wa Lasta Bi Ahlin
Fatsni Alayhi Bimaa Huwa Ahluh—
Jika Allah membiarkan suatu pujian kepadamu,
padahal engkau tak layak untuk itu
maka pujilah Allah karena Dialah yang berhak atas pujian itu.”


–Ibnu ‘Atho’—

Sudahlah, Kembalikan Semua Masalahmu kepada Allah

Sudahlah, kembalikan semua kepada Allah SWT. Jangan membiasakan diri mengaku sebagai pemilik semua hal. Jangan merasa apa yang ada pada kita adalah milik kita. Semua itu milik Allah. Semua alam semesta dan semua yang selain-Nya adalah ciptaan Allah dan milik-Nya. Termasuk kita dan kehidupan kita. Allah yang menciptakan kita sebagai mahluk paling sempurna lalu menganugerahkan kehidupan kepada kita. Kita adalah milik Allah dan pada saatnya akan kembali kepada-Nya.

Sering dalam hidup sehari-hari kita menghadapi beragam masalah. Ada yang menyenangkan ada yang menjengkelkan, mengharukan atau membuat kita tertawa, menenangkan atau membingungkan. Membuat kita bersemangat atau merasa kehilangan harapan. Mendapatkan hinaan atau menangguk pujian. Semua terlahir akibat perbuatan kita. Siapa yang menggerakkan kita? Siapa yang mengatur semua ini? Siapakah sumber segala keteraturan hidup?

Semuanya bersumber dari Allah SWT. Kalau karena sebuah perbuatan, lalu perbuatan itu dianggap sebagai prestasi maka kita mesti belajar mengembalikan semua itu kepada Allah SWT. Penghargaan yang diberikan karena prestasi, pujian yang disajikan karena keluhuran budi, penghormatan yang disampaikan karena ketinggian pencapaian adalah sesuatu yang niscaya. Keniscayaan itu milik Allah. Kita bisa mencapai semua itu karena campur tengan Allah juga.

Allahlah yang menumbuhkan semangat sehingga kita giat bekerja. Allah pula yang menghadirkan wajah ayah-bunda kita sehingga kita selalu berikhtiar agar bisa menjadi anak yang saleh. Allah yang menumbuhkan jalan bagi sukses pekerjaan kita. Allah yang menyingkirkan aral yang melintang sehingga kita bisa sampai di garis finis tugas-tugas kita di kantor. Allah adalah alasan bagi semua kebaikan yang mungkin kita lakukan. Allah adalah segala-galanya dalam kehidupan kita.

Maka, kembalikan semua pujian, penghargaan, dan penghormatan hanya kepada Allah. Jika kita  membiasakan berperilaku seperti ini maka Allah akan melempangkan jalan kita untuk selalu berada di dekat-Nya. Paling kurang, Allah akan selalu setia menemani kita, meluruskan jika polah tingkah kita berbelok, memperbaikinya jika ada yang kurang, menegur kita jika amalan tidak berdasarkan semua tuntunan-Nya, dan memaafkan jika kita memohon ampun karena mengakui kesalahan.

Kewajiban kita adalah bersyukur karena memperoleh anugerah kesempatakan menjadi “kepanjangan tangan”  Allah dalam menyampaikan kebaikan dan kebajikan. Jamaknya, Allah akan memilih orang-orang tertentu karena mujahadahnya dalam beribadah agar dapat menjadi perantara datangnya kebaikan dan kebajikan.

Sebab, Allah tidak akan turun “tangan” langsung menyuguhkan penganan kepada kita. Ia akan menyiapkan perantara agar kebaikan-Nya sampai kepada yang berhak.

Kebaikan dan kebajikan Allah beragam jenisnya dan sangat tak terhitung jumlahnya. Allah akan terus menambah kebaikan dan kebajikan itu, jika kita pandai bersyukur.

Allah mengajari kita bersyukur agar kita menjadi tahu diri bahwa itu bukan milik kita, tetapi sebatas titipan yang kapan saja Allah berkehendak, semua bisa diambil kembali. Maka, para pemimpin yang merasa mendapatkan amanah kepemimpinan mesti menunaikan amanah sesuai tuntunan Allah.

Itulah bentuk kesyukuran bagi para pemimpin. Menyukuri anugerah kepemimpinan adalah dengan bermujahadah semaksimal mungkin demi terciptanya kemaslahatan untuk semua orang.

Kepemimpinan berubah menjadi laknat jika tak ditunaikan dengan semestinya, apalagi hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, golongan, dan sekelompok orang. Allah telah menyiapkan azab yang pedih bagi mereka yang tidak mensyukuri nikmat kepemimpinan dengan benar.

Ilmu, harta kekayaan, kekuatan fisik, ketampanan diri, kecakapan, keterampilan, kemahiran, keahlian dalam semua bidang, kesempatan, peluang dan lain sebagainya adalah bentuk-bentuk lain dari anugerah Allah.

Mereka yang memiliki ini semua punya peluang untuk mencapai sukses dan prestasi. Maka, para ilmuwan, hartawan, para ahli, dan pelaku ekonomi yang tak manjalankan amanah keilmuan, kekayaan, serta keahliannya untuk tujuan kemaslahatan umat dincam dengan azab yang pedih.

Tetapi, jika mereka mampu membantu bangsa keluar dari krisis, jangan lantas merasa berhak mendapat  pujian. Para politisi yang karena kesadarannya sebagai perantara kebaikan Allah, lalu berhenti membuat gaduh dan hanya berjuang untuk kepentingan rakyat, jangan mengaku pantas diguyur dengan kembang puja puji. Segera kembalikan dan pulangkan semua itu kepada Allah. Kalian menjadi politisi, juga karena kebaikan Allah kepada kalian.

Untu kita semua, mari belajar, berlatih, melakukan riyadhah agar biasa hidup tak memiliki apa-apa karena semua hidup dan isinya memang semata milik Allah SWT.

Celakalah kita jika hati sudah tertambat pada hal-hal yang bukan milik kita. Kita akan didera oleh perjalanan yang tak pernah ada ujung. Kehidupan yang tak pernah ada akhir. Pencarían yag tak pernah bertemu muara. Semua ini bisa teratasi jika kita menjadikan Allah sebagai tempat kita kembali.

Karena itu, sudahlah! Sudah cukup perjalanan sia-sia ini. Perjalanan yang sudah nyaris di ujung  tetapi kita masih berada di luar garis “permainan”. Segeralah kembali ke jalan yang lurus dan benar. Jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Jalan yang terjal tetapi akan berujung landai di surga keridhaan-Nya.

Maka, kewajiban kita adalah mengembalikan semua bentuk penghormatan, penghargaan, dan pujian hanya kepada pemiliknya, yaitu Allah SWT. Wallaahu a’lamus bish shawab.