Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Beras, Daging & Garam Diimpor Serentak, Nilai Rupiah Semakin Anjlok, Ada Apa Ini?

Setelah mengimpor beras, pemerintah secara beruntun memutuskan untuk mengimpor daging dan garam. Alasannya klasik. Stok dua komoditas itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Tentu saja, akibat keputusan ini pemerintah dikritik habis-habisan. Ada apa dengan negara ini dikit-dikit kok impor.

Beras, Daging & Garam Diimpor Serentak, Nilai Rupiah Semakin Anjlok, Ada Apa Ini?

Setelah berpolemik panjang, 12 Januari lalu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras untuk meredam harga beras di pasaran yang kian melambung. Sebanyak 500 ribu ton beras akan didatangkan dari Thailand dan Vietnam untuk menambah stok beras yang kian menyusut.

Karena keputusan ini, pemerintah dikritik habis-habisan. Mulai dari tak terpenuhinya janji swasembada beras hingga tak seragamnya data pangan nasional. Meski dikritik habis-habisan, Pemerintah rupanya tak jera. Tak sampai seminggu, pemerintah memutuskan juga untuk mengimpor daging kerbau dan garam.

Rencana impor daging kerbau dari India itu terungkap dari permintaan Bulog yang akan mengimpor 100 ribu ton daging kerbau di tahun 2018. Dirut Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, keputusan tersebut untuk mengantisipasi perimintaan menjelang Ramadan dan Lebaran yang akan pada jatuh pada pertengahan tahun ini. Keputusan ini juga untuk menjaga agar harga daging sapi tidak terbang. Untuk impor ini, Bulog sudah menyiapkan anggaran Rp1 triliun dan akan lebih dulu meminta rekomendasi dari Kementerian Pertanian sebelum mengajukan izin impor ke Kemendag.

Setelah daging, pemerintah juga memutuskan mengimpor garam industri. Menko Perekonomian Darmin Nasution pada Jumat lalu mengatakan akan mengimpor garam sebanyak 3,7 juta ton. Impor dilakukan karena pasokan komoditas tersebut sangat minim.

Darmin mengatakan permintaan impor garam industri disampaikan Kementerian Perindustrian, mengingat garam industri tidak diproduksi di dalam negeri, padahal komoditas ini dibutuhkan untuk mendorong produksi. Angka 3,7 juta ton sudah disesuaikan dengan kebutuhan garam industri per tahun.

Jadi, apabila Kementerian Perdagangan dalam setahun ini ingin melakukan impor, tak perlu lagi meminta rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Impor garam industri tidak akan dilakukan seandainya produksi dalam negeri mencukupi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Muzdalifah.

Muzdalifah juga memastikan impor garam industri bertujuan menjamin pasokan bagi industri dalam negeri.

Keputusan pemerintah impor beras, daging dan garam secara beruntun ini menuai banyak kritikan. Ekonom senior Emil Salim di akun Twitternya, mengritik keputusan impor ini.

“Jika secara beruntun beras, daging dan garam diimpor secara mendadak, ini pertanda manajemen pangan tak berjalan mulus dan perlu perbaikan, tulis Emil di akun @emilsalim2010.

Menurut dia, beras, daging dan garam bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga fluktuasi harganya menandakan koordinasi antar-departeneb tak berjalan mulus efektif. Kata dia, yang terpenting saat ini tak perlu cari kambing hitam. Tapi meningkatkan kerja sama koordinasi efektif stabilisasi harga pangan di bulan rawan politik. “Perlu selidiki mengapa simpang-siur catatan data produksi & stock beras Pemerintah sejak Oktober 2017 untuk segera atasi kekurangan rekam data,” tuntasnya.

Eks Sekretaris Menteri BUMN Said Didu juga geleng-geleng kepala saat membaca kabar impor ini. “Dari awal saya ketawa saat ada janji tidak akan impor beras, kedele, gula, dan garam. Karena saya yakin ini sulit tercapai dengan cara konvensioanal apalagi hanya lewat pidato dan foto-foto di media,” ujar Said Didu di akun Twitter miliknya.

Ketum PKB Muhaimin Iskandar sebelumnya menyesalkan keputusan mengimpor beras. Menurut dia, keputusan ini adalah pukulan telak bagi petani. Soalnya, dalam waktu dekat akan memasuki masa panen. Dia bilang, sejak awal, PKB telah meminta agar pemerintah menghentikan impor dan meminta memanfaatkan produksi dalam negeri.

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Perikanan (Kiara) Susan Herawati mempertanyakan keputusan pemerintah mengimpor garam industri. Soalnya, sejak tahun 1990 Indonesia seperti tidak lepas dari ketergantungan terhadap garam impor. Padahal pemerintah bisa memaksimalkan program tambak garam rakyat untuk meningkatkan produksi garam.

Rupiah Melemah, Mendag: Saya Tidak Takut

Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) di pasar spot, Jumat (20/4) kemarin berada di posisi Rp 13.893 per dollar AS atau turun 0,78 persen dibanding sehari sebelumnya.

Bahkah rupiah sempat menembus level 13.900.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menuturkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah itu selalu punya dua dampak positif dan negatif. Untuk sektor para pengekspor tentu gembira dengan kabar itu, sedangkan pelaku impor pasti akan kesulitan.

”Ekspor senang, impor susah. Tapi itu nanti otoritas moneter dan keuangan,” ungkap dia.

Tapi, dia tidak khawatir dengan pelemahan tersebut. Menurut dia fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat untuk menghadapi gejolak naik turunnya nilai tukar rupiah.

”Saya tidak takut, sama sekali tidak ada kekhawatiran. Fundamental ekonomi kita salah satu yang terbaik di dunia, kok. Tidak ada soal,” tegas dia.

Sementara itu, pelaku usaha tak menampik bahwa pelemahan rupiah akan memberikan dampak pada dunia usaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan bahwa banyak faktor yang bisa membuat pelaku usaha tertekan dari dampak pelemahan Rupiah.

Pertama adalah eskpor yang relatif kecil dibandingkan dengan PDB. Hariyadi menyebutkan bahwa perbandingan ekspor terhadap PDB Indonesia lebih kecil bahkan dibanding dengan Thailand.

”Output ekspor harus ditingkatkan. Istilahnya kita ini ekspornya tidak besar, utang luar negeri kita besar, itu akan cenderung menekan rupiah,” ujar Hariyadi, saat dihubungi, Jumat (20/4).

Menurut Hariyadi, sektor usaha yang paling banyak terdampak dari pelemahan rupiah adalah sektor-sektor yang mengimpor dari luar negeri. Seperti industri otomotif, baja, dan lain sebagainya.