22 Tahun di Saudi, TKW Ini Pulang dan Lupa Bahasa Indonesia, BahkanNama Ibu Kota Indonesia Pun Tahu
Maimunah (39) sudah merantau di Arab Saudi sejak 1996. Pekerja migran Indonesia asal Banjar, Kalimantan Selatan, ini tak pernah pulang ke Tanah Air.
Saat ditemui KBRI Riyadh pada Kamis (3/5) lalu, Maimunah hanya bisa berbicara dengan bahasa Arab. Untuk berbahasa Indonesia, lidahnya kelu dan kaku.
Begitu juga saat mendengar petugas KBRI berbincang, Maimunah mengaku tak begitu mengerti isi pembicaraan tersebut. Dia juga tidak tahu nama ibu kota Indonesia.
Di masa awal merantau, Maimunah sempat berkirim surat dengan keluarganya di Indonesia. Namun, intensitas itu semakin menurun di tahun 2000-an karena keluarga tak pernah membalas suratnya lagi. Seingatnya, surat terakhir yang dikirimnya pada 2003.
Maimunah juga mengaku tak senang bergaul. Saat diajak majikannya untuk keluar rumah mengunjungi ruang publik, Maimunah pun sungkan bersenda gurau dengan WNI lainnya karena lebih senang menyendiri. Mungkin hal itu pula yang membuatnya lupa bahasa Indonesia.
"Saya pernah beberapa kali bertemu dengan WNI, tetapi tidak pernah berbincang banyak ataupun bertukar nomor kontak dengan mereka," ujarnya.
Saat ditanya kerinduannya pada Tanah Air, Maimunah tak menjawab tegas. Namun, saat dia tahu ibunya ingin bertemu dengannya, Maimunah menyatakan siap minta cuti ke majikan untuk pulang ke Indonesia.
"Tapi setelah itu saya mau kembali ke sini lagi," ucap Maimunah.
Dia menyebut Ibrahim Mahmoud beserta istri dan keenam anaknya sudah seperti keluarga kandung. Saat ditanya soal gaji yang diterimanya selama 22 tahun bekerja, Maimunah tak berkenan. Namun dia memastikan saat ini setiap kebutuhannya terpenuhi.
"Segala keperluan saya dipenuhi, termasuk pakaian, makan, juga setiap kebutuhan yang saya minta. Di awal perantauan, saya pernah mengirim gaji 5 atau 6 kali untuk keluarga di tanah air," kata Maimunah.
Ibrahim Mahmoud, majikan Maimum, juga menganggap Maimunah seperti anaknya sendiri. Karena itu, dia merasa tak ada kewajiban untuk menggaji Maimunah. Dia mengaku selalu mencukupi kebutuhan Maimunah. Bahkan, dalam waktu dekat ia akan menikahkan Maimunah dengan Muhammad, anak laki-lakinya.
KBRI Riyadh tak begitu saja percaya dengan pengakuan Ibrahim tersebut, terlebih dalam iqomah (resident identity) Maimunah jelas ditulis sebagai pekerja/asisten rumah tangga. Untuk sementara waktu, Maimunah diinapkan di Ruhama, shelter KBRI Riyadh, agar lebih mudah menghubungkannya dengan keluarga di Banjar.
Pengaruh Ibrahim sekeluarga begitu kuat di Maimunah. Maimunah sempat menolak upaya KBRI. Dina, anak perempuan Ibrahim yang sejak kecil bersama Maimunah--kini berprofesi dokter--menangis meraung-raung tidak mau dipisah.
Pada 21 Januari 2018, Maimunah telah datang ke KBRI untuk memperbarui paspor. Karena mengaku tak pernah menerima gaji dan begitu lama tak pernah berkomunikasi dengan keluarga, paspor Mainumah pun tak langsung diproses.
"Kami akan memproses paspor Maimunah jika sudah ada izin dari keluarga dan gaji-gajinya dibayarkan," demikian penjelasan petugas KBRI kepada Maimunah dan Muhammad, anak majikannya. Menanggapi hal itu, Muhammad pun membuat pernyataan tertulis terkait kesanggupan membayar seluruh gaji Maimunah selama bekerja secepatnya.
Secara paralel, KBRI Riyadh juga berupaya mencari kontak keluarga Maimunah di tanah air. Berkat bantuan instansi kepolisian di tanah air, KBRI dapat menghubungi ibunda Maimunah di Banjar. Esoknya, sang ibunda membuat surat yang berisi permintaan kepada Maimunah untuk segera pulang.
Hingga lebih dari 3 bulan pernyataan yang dibuat Muhammad, majikan dan Maimunah tak kunjung ada kabar. KBRI terus berupaya menguhubungi hingga akhirnya Maimunah dan Dina datang ke KBRI pada Kamis (3/5). Namun, kedatangan tersebut tak disertai gaji yang dijanjikan sebelumnya.
Begitu juga saat kedatangan Ibrahim Mahmoud bersama kedua anaknya pada Minggu (6/5). Mereka masih ngotot Maimunah sudah menjadi anak mereka yang ketujuh.
"Bagaimana kami mau memberinya gaji kalau dia itu saudariku," kata Muhammad Ibrahim.
Pelaksana Fungsi Konsuler IV, Sekretaris III, Agus Hidayatulloh, menyatakan gaji Maimunah harus dibayarkan sebelum paspornya diproses. Setelah adu argumen cukup keras, majikan Maimunah sepakat menghitung gaji dan membayar di hadapan KBRI.
Pada Senin (7/5), Dina bersama 2 saudaranya datang ke KBRI membawa sisa gaji Maimunah. Maimunah sendiri juga menyatakan ingin segera dikembalikan kepada keluarga Ibrahim. Selain sisa gaji, Dina juga membawa booking tiket bagi Maimunah rute Riyadh-Jakarta-Riyadh untuk bulan Juli 2018. Menurut rencana, sekitar 3 (tiga) orang dari keluarga Ibrahim akan turut mendampingi Maimunah menuju kampung halamannya.
Ketika Dina menyerahkan sisa gaji tersebut kepada KBRI, Maimunah justru terlihat berang. Ia mempertanyakan sikap KBRI yang meminta sisa gajinya kepada keluarga majikan.
"Seluruh sisa gaji saya sudah saya ambil selama ini," teriak Maimunah.
Namun Dina bisa menguasai kondisi dan menenangkan Maimunah. Maimunah tetap menampakkan raut kesedihan saat petugas KBRI menghitung ulang uang sisa gaji dari tangan Dina.
Maimunah bahkan sempat memaksa agar seluruh sisa gaji tersebut akan dibawanya sendiri. Setelah ditenangkan Dina dan saudara-saudaranya, Maimunah luluh dan membawa sendiri sebagian kecil dari sisa gajinya, sedangkan sebagian besar gajinya dititipkan kepada KBRI dan akan dikirimkan segera setelah Maimunah membuat rekening bank di Indonesia.
Setelahnya, KBRI pun memproses perpanjangan masa berlaku paspor Maimunah. Dalam hitungan menit, proses tersebut telah selesai dan paspor diserahkan kepada Maimunah. Dina dan saudara-saudaranya pun berterima kasih atas tindakan cepat KBRI.
Saat ditemui KBRI Riyadh pada Kamis (3/5) lalu, Maimunah hanya bisa berbicara dengan bahasa Arab. Untuk berbahasa Indonesia, lidahnya kelu dan kaku.
Begitu juga saat mendengar petugas KBRI berbincang, Maimunah mengaku tak begitu mengerti isi pembicaraan tersebut. Dia juga tidak tahu nama ibu kota Indonesia.
Di masa awal merantau, Maimunah sempat berkirim surat dengan keluarganya di Indonesia. Namun, intensitas itu semakin menurun di tahun 2000-an karena keluarga tak pernah membalas suratnya lagi. Seingatnya, surat terakhir yang dikirimnya pada 2003.
Maimunah juga mengaku tak senang bergaul. Saat diajak majikannya untuk keluar rumah mengunjungi ruang publik, Maimunah pun sungkan bersenda gurau dengan WNI lainnya karena lebih senang menyendiri. Mungkin hal itu pula yang membuatnya lupa bahasa Indonesia.
"Saya pernah beberapa kali bertemu dengan WNI, tetapi tidak pernah berbincang banyak ataupun bertukar nomor kontak dengan mereka," ujarnya.
Saat ditanya kerinduannya pada Tanah Air, Maimunah tak menjawab tegas. Namun, saat dia tahu ibunya ingin bertemu dengannya, Maimunah menyatakan siap minta cuti ke majikan untuk pulang ke Indonesia.
"Tapi setelah itu saya mau kembali ke sini lagi," ucap Maimunah.
Dia menyebut Ibrahim Mahmoud beserta istri dan keenam anaknya sudah seperti keluarga kandung. Saat ditanya soal gaji yang diterimanya selama 22 tahun bekerja, Maimunah tak berkenan. Namun dia memastikan saat ini setiap kebutuhannya terpenuhi.
"Segala keperluan saya dipenuhi, termasuk pakaian, makan, juga setiap kebutuhan yang saya minta. Di awal perantauan, saya pernah mengirim gaji 5 atau 6 kali untuk keluarga di tanah air," kata Maimunah.
Ibrahim Mahmoud, majikan Maimum, juga menganggap Maimunah seperti anaknya sendiri. Karena itu, dia merasa tak ada kewajiban untuk menggaji Maimunah. Dia mengaku selalu mencukupi kebutuhan Maimunah. Bahkan, dalam waktu dekat ia akan menikahkan Maimunah dengan Muhammad, anak laki-lakinya.
KBRI Riyadh tak begitu saja percaya dengan pengakuan Ibrahim tersebut, terlebih dalam iqomah (resident identity) Maimunah jelas ditulis sebagai pekerja/asisten rumah tangga. Untuk sementara waktu, Maimunah diinapkan di Ruhama, shelter KBRI Riyadh, agar lebih mudah menghubungkannya dengan keluarga di Banjar.
Pengaruh Ibrahim sekeluarga begitu kuat di Maimunah. Maimunah sempat menolak upaya KBRI. Dina, anak perempuan Ibrahim yang sejak kecil bersama Maimunah--kini berprofesi dokter--menangis meraung-raung tidak mau dipisah.
Pada 21 Januari 2018, Maimunah telah datang ke KBRI untuk memperbarui paspor. Karena mengaku tak pernah menerima gaji dan begitu lama tak pernah berkomunikasi dengan keluarga, paspor Mainumah pun tak langsung diproses.
"Kami akan memproses paspor Maimunah jika sudah ada izin dari keluarga dan gaji-gajinya dibayarkan," demikian penjelasan petugas KBRI kepada Maimunah dan Muhammad, anak majikannya. Menanggapi hal itu, Muhammad pun membuat pernyataan tertulis terkait kesanggupan membayar seluruh gaji Maimunah selama bekerja secepatnya.
Secara paralel, KBRI Riyadh juga berupaya mencari kontak keluarga Maimunah di tanah air. Berkat bantuan instansi kepolisian di tanah air, KBRI dapat menghubungi ibunda Maimunah di Banjar. Esoknya, sang ibunda membuat surat yang berisi permintaan kepada Maimunah untuk segera pulang.
Hingga lebih dari 3 bulan pernyataan yang dibuat Muhammad, majikan dan Maimunah tak kunjung ada kabar. KBRI terus berupaya menguhubungi hingga akhirnya Maimunah dan Dina datang ke KBRI pada Kamis (3/5). Namun, kedatangan tersebut tak disertai gaji yang dijanjikan sebelumnya.
Begitu juga saat kedatangan Ibrahim Mahmoud bersama kedua anaknya pada Minggu (6/5). Mereka masih ngotot Maimunah sudah menjadi anak mereka yang ketujuh.
"Bagaimana kami mau memberinya gaji kalau dia itu saudariku," kata Muhammad Ibrahim.
Pelaksana Fungsi Konsuler IV, Sekretaris III, Agus Hidayatulloh, menyatakan gaji Maimunah harus dibayarkan sebelum paspornya diproses. Setelah adu argumen cukup keras, majikan Maimunah sepakat menghitung gaji dan membayar di hadapan KBRI.
Pada Senin (7/5), Dina bersama 2 saudaranya datang ke KBRI membawa sisa gaji Maimunah. Maimunah sendiri juga menyatakan ingin segera dikembalikan kepada keluarga Ibrahim. Selain sisa gaji, Dina juga membawa booking tiket bagi Maimunah rute Riyadh-Jakarta-Riyadh untuk bulan Juli 2018. Menurut rencana, sekitar 3 (tiga) orang dari keluarga Ibrahim akan turut mendampingi Maimunah menuju kampung halamannya.
Ketika Dina menyerahkan sisa gaji tersebut kepada KBRI, Maimunah justru terlihat berang. Ia mempertanyakan sikap KBRI yang meminta sisa gajinya kepada keluarga majikan.
"Seluruh sisa gaji saya sudah saya ambil selama ini," teriak Maimunah.
Namun Dina bisa menguasai kondisi dan menenangkan Maimunah. Maimunah tetap menampakkan raut kesedihan saat petugas KBRI menghitung ulang uang sisa gaji dari tangan Dina.
Maimunah bahkan sempat memaksa agar seluruh sisa gaji tersebut akan dibawanya sendiri. Setelah ditenangkan Dina dan saudara-saudaranya, Maimunah luluh dan membawa sendiri sebagian kecil dari sisa gajinya, sedangkan sebagian besar gajinya dititipkan kepada KBRI dan akan dikirimkan segera setelah Maimunah membuat rekening bank di Indonesia.
Setelahnya, KBRI pun memproses perpanjangan masa berlaku paspor Maimunah. Dalam hitungan menit, proses tersebut telah selesai dan paspor diserahkan kepada Maimunah. Dina dan saudara-saudaranya pun berterima kasih atas tindakan cepat KBRI.