Kisah Menyentuh Nuruddin, Bocah 14 Tahun Asal Nias Jadi Mualaf Demi Berbakti ke Orangtuanya
Seorang anak berusia 14 tahun mantap menjadi Muslim karena ingin berbakti kepada orangtuanya yang non-Muslim.
Sehari-harinya, Muhammad Nurudin Druru adalah santri di Pesantren Pembinaan Mualaf, Yayasan An Naba Center Indonesia, Jalan Cenderawasih, Ciputat, Tangerang Selatan.
Nuruddin berasal dari Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
Di kampungnya yang mayoritas non-Muslim tersebut, ia melihat tetangganya, Aisyah, seorang mualaf begitu berbakti kepada orangtuanya.
Nuruddin yang dahulu bernama Kasinudin, adalah seorang yang sering membangkang kepada orangtuanya.
Ia kerap bandel jika dinasihati ayah dan ibunya.
Anak yang masih duduk di bangku SMP tersebut pun diam-diam ingin juga menjadi seperti Aisyah, berbakti kepada orangtuanya.
Ia pun mantap menjadi mualaf dan belajar di Yayasa An Naba ini.
"Saya mau belajar, belajar agama, belajar akhlak," ujar dia singkat.
Hampir setengah tahun berada di pesantren, ia pun merindukan orang tuanya.
Ia sering menelepon orangtuanya di kampung.
Meski orangtua Nuruddin memiliki keyakinan berbeda, namun mereka mendukung keputusan anaknya itu.
"Enggak apa-apa, belajar (di sini)," ujarnya lagi.
Anak yang baru menjalankan puasa pertamanya di bulan Ramadan ini berencana akan pulang ke Nias tahun depan.
Ia sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan ayah ibunya dan menyayangi mereka.
Kisah Nuruddin Pertama Kali Jalankan Ibadah Puasa
Puasa di bulan suci Ramadan sudah menjadi kewajiban bagi umat muslim.
Karena sudah terbiasa, umat muslim terbiasa menahan lapar dan haus selama belasan jam.
Namun berbeda bagi para mualaf yang menjalani puasa pertamanya.
Hal tersebut yang dialami Muhammad Nuruddin Druru, santri dari pesantren khusus mualaf, yayasan An-Naba Center, Ciputat, Tangerang Selatan.
Nuruddin adalah salah satu santri termuda yang baru berusia 14 tahun dan baru enam bulan menjadi seorang mualaf.
"Lapar, apa lagi pas hari pertama," ujar Nuruddin singkat menceritakan pengalaman pertamanya berpuasa, Senin (28/5/2018).
Pria asal Nias, Sumatera Utara tersebut, mengatakan jika ia merasa lapar dan dahaga, ia segera menuju kamarnya dan tidur.
"Kalau lapar tidur," ujarnya lagi, sambil tertawa.
Namun Nuruddin juga merasakan kebahagiaan dan rasa puas saat berbuka puasa untuk pertama kalinya.
"Senang pas buka, puas-puasin deh," ujarnya.
Setelah Ramadan memasuki hari ke-10, ia pun sudah terbiasa. Ia tidak lagi merasa lapar yang menyiksa seperti pada hari pertamanya.
"Sekarang mah sudah biasa. Ya InsyaAllah sampai selesai lebaran nanti," harapnya.
Sehari-harinya, Muhammad Nurudin Druru adalah santri di Pesantren Pembinaan Mualaf, Yayasan An Naba Center Indonesia, Jalan Cenderawasih, Ciputat, Tangerang Selatan.
Nuruddin berasal dari Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
Di kampungnya yang mayoritas non-Muslim tersebut, ia melihat tetangganya, Aisyah, seorang mualaf begitu berbakti kepada orangtuanya.
Nuruddin yang dahulu bernama Kasinudin, adalah seorang yang sering membangkang kepada orangtuanya.
Ia kerap bandel jika dinasihati ayah dan ibunya.
Anak yang masih duduk di bangku SMP tersebut pun diam-diam ingin juga menjadi seperti Aisyah, berbakti kepada orangtuanya.
Ia pun mantap menjadi mualaf dan belajar di Yayasa An Naba ini.
"Saya mau belajar, belajar agama, belajar akhlak," ujar dia singkat.
Hampir setengah tahun berada di pesantren, ia pun merindukan orang tuanya.
Ia sering menelepon orangtuanya di kampung.
Meski orangtua Nuruddin memiliki keyakinan berbeda, namun mereka mendukung keputusan anaknya itu.
"Enggak apa-apa, belajar (di sini)," ujarnya lagi.
Anak yang baru menjalankan puasa pertamanya di bulan Ramadan ini berencana akan pulang ke Nias tahun depan.
Ia sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan ayah ibunya dan menyayangi mereka.
Kisah Nuruddin Pertama Kali Jalankan Ibadah Puasa
Puasa di bulan suci Ramadan sudah menjadi kewajiban bagi umat muslim.
Karena sudah terbiasa, umat muslim terbiasa menahan lapar dan haus selama belasan jam.
Namun berbeda bagi para mualaf yang menjalani puasa pertamanya.
Hal tersebut yang dialami Muhammad Nuruddin Druru, santri dari pesantren khusus mualaf, yayasan An-Naba Center, Ciputat, Tangerang Selatan.
Nuruddin adalah salah satu santri termuda yang baru berusia 14 tahun dan baru enam bulan menjadi seorang mualaf.
"Lapar, apa lagi pas hari pertama," ujar Nuruddin singkat menceritakan pengalaman pertamanya berpuasa, Senin (28/5/2018).
Pria asal Nias, Sumatera Utara tersebut, mengatakan jika ia merasa lapar dan dahaga, ia segera menuju kamarnya dan tidur.
"Kalau lapar tidur," ujarnya lagi, sambil tertawa.
Namun Nuruddin juga merasakan kebahagiaan dan rasa puas saat berbuka puasa untuk pertama kalinya.
"Senang pas buka, puas-puasin deh," ujarnya.
Setelah Ramadan memasuki hari ke-10, ia pun sudah terbiasa. Ia tidak lagi merasa lapar yang menyiksa seperti pada hari pertamanya.
"Sekarang mah sudah biasa. Ya InsyaAllah sampai selesai lebaran nanti," harapnya.