Polisi Jual Nasi Goreng, Kuliahkan Anak di Kedokteran Undip
Warung nasi goreng Tombo Kangen milik Aiptu Sutrisno berada di depan ruko Jalan Sultan Agung, tak jauh dari toko legendaris Tong Hien. Warung tenda sederhana itu berukuran 3x5 meter persegi. Di dalamnya, terdapat meja, kursi dan sebuah gerobak jualan. Dengan wajah penuh semangat, pria berkumis dengan senyum yang khas itu tampak sibuk memasak nasi goreng untuk pelanggannya.
Ya, itulah Aiptu Sutrisno, anggota Polrestabes Semarang yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual nasi goreng. Usaha tersebut telah dirintis sejak 2014 lalu. Warung buka setiap hari mulai pukul 17.00 hingga 01.00. Hanya saja, terkadang tidak buka, karena ia harus mengedepankan tugas dan kewajibannya sebagai anggota polisi.
"Kalau harinya tergantung jadwal kedinasan saya. Kalau ada tugas kedinasan ya warung tutup. Tugas menjadi polisi tetap yang utama," ungkap bintara tinggi yang bertugas di Unit Inafis Satuan Reskrim Polrestabes Semarang ini.
Pria kelahiran Sidoarjo, 28 November 1968 ini mengaku belajar membuat nasi goreng secara otodidak. Ia coba-coba meracik bumbu seadanya, lalu memasaknya sendiri. "Saat itu, saya iseng memasak nasi goreng lalu saya bagikan ke teman-teman, ternyata mereka bilang rasanya enak," kenangnya.
Dari situ, teman-temannya mendorong dirinya membuka warung nasi goreng. Hal itu membuat pria yang pernah bertugas di Akpol Semarang ini termotivasi untuk membuka usaha nasi goreng. Hingga tekadnya untuk membuka usaha itu semakin bulat, meski masih terkendala modal.
"Tapi saat itu saya tidak langsung buka, karena modalnya belum ada. Akhirnya saya mengumpulkan uang dari sebagian gaji. Ada sekitar Rp 2 juta, kemudian nekat membuka warung nasi goreng itu," ujarnya.
Ia mengakui, saat awal membuka warung, ia menjalani dengan sabar dan telaten. Diakui, ia makin semangat membuka warung, setelah memiliki kenangan kelam, sang istri meninggalkan dirinya. Praktis, kini Sutrisno hidup sebagai single parent bersama dua anaknya, Ayu Anggareni dan Yulistyo Dewantoro.
Hebatnya, dari gaji sebagai anggota polisi dan keuntungan jualan nasi goreng itu, Sutrisno mampu membiayai dua anaknya kuliah. Si sulung kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), sedangkan putra keduanya masih kuliah di Universitas Pandanaran Semarang. "Alhamdulliah sekarang Ayu sudah selasai kuliah, dan sekarang lagi Koas di RSUP dr Kariadi. Kalau Yulistyo masih kuliah di Universitas Pendanaran," katanya penuh syukur.
Pria yang menjadi anggota Polri sejak lulus seleksi Tamtama pada 1990 ini mengakui, kedua anaknya tidak malu dengan pekerjaan sampingannya sebagai penjual nasi goreng. Bahkan, kedua anaknya juga ikut membantu Sutrisno berjualan.
"Tidak malu. Karena mereka sadar, gaji saya sebagai anggota polisi tentu tidak cukup untuk biaya kuliah dua anak, apalagi yang satu di kedokteran. Keduanya selalu membantu saya di warung," ucap warga Semarang Barat ini.
Menurut Sutrisno, ada kalimat yang dilontarkan anaknya hingga membuat matanya berkaca-kaca. Putri sulungnya pernah mengatakan kalau dirinya adalah seorang superhero.
"Saya sempat meneteskan air mata saat Ayu bilang, papa itu superhero kami, dan kami akan selalu sayang sampai kapanpun. Kalimat itu begitu mengena dan mewakili apa yang telah saya perjuangkan," ungkapnya.
Sutrisno berharap dengan kerja kerasnya itu, kedua anaknya bisa meraih cita-cita sesuai yang diharapkan, dan tentunya menjadi kebanggaan bagi dirinya dan keluarga. "Ini proses hidup, jangan pernah menyerah dengan keadaaan. Bangkit dan hadapi dengan senyum setiap permasalahan yang ada," katanya bijak.
Ya, itulah Aiptu Sutrisno, anggota Polrestabes Semarang yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual nasi goreng. Usaha tersebut telah dirintis sejak 2014 lalu. Warung buka setiap hari mulai pukul 17.00 hingga 01.00. Hanya saja, terkadang tidak buka, karena ia harus mengedepankan tugas dan kewajibannya sebagai anggota polisi.
"Kalau harinya tergantung jadwal kedinasan saya. Kalau ada tugas kedinasan ya warung tutup. Tugas menjadi polisi tetap yang utama," ungkap bintara tinggi yang bertugas di Unit Inafis Satuan Reskrim Polrestabes Semarang ini.
Pria kelahiran Sidoarjo, 28 November 1968 ini mengaku belajar membuat nasi goreng secara otodidak. Ia coba-coba meracik bumbu seadanya, lalu memasaknya sendiri. "Saat itu, saya iseng memasak nasi goreng lalu saya bagikan ke teman-teman, ternyata mereka bilang rasanya enak," kenangnya.
Dari situ, teman-temannya mendorong dirinya membuka warung nasi goreng. Hal itu membuat pria yang pernah bertugas di Akpol Semarang ini termotivasi untuk membuka usaha nasi goreng. Hingga tekadnya untuk membuka usaha itu semakin bulat, meski masih terkendala modal.
"Tapi saat itu saya tidak langsung buka, karena modalnya belum ada. Akhirnya saya mengumpulkan uang dari sebagian gaji. Ada sekitar Rp 2 juta, kemudian nekat membuka warung nasi goreng itu," ujarnya.
Ia mengakui, saat awal membuka warung, ia menjalani dengan sabar dan telaten. Diakui, ia makin semangat membuka warung, setelah memiliki kenangan kelam, sang istri meninggalkan dirinya. Praktis, kini Sutrisno hidup sebagai single parent bersama dua anaknya, Ayu Anggareni dan Yulistyo Dewantoro.
Hebatnya, dari gaji sebagai anggota polisi dan keuntungan jualan nasi goreng itu, Sutrisno mampu membiayai dua anaknya kuliah. Si sulung kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), sedangkan putra keduanya masih kuliah di Universitas Pandanaran Semarang. "Alhamdulliah sekarang Ayu sudah selasai kuliah, dan sekarang lagi Koas di RSUP dr Kariadi. Kalau Yulistyo masih kuliah di Universitas Pendanaran," katanya penuh syukur.
Pria yang menjadi anggota Polri sejak lulus seleksi Tamtama pada 1990 ini mengakui, kedua anaknya tidak malu dengan pekerjaan sampingannya sebagai penjual nasi goreng. Bahkan, kedua anaknya juga ikut membantu Sutrisno berjualan.
"Tidak malu. Karena mereka sadar, gaji saya sebagai anggota polisi tentu tidak cukup untuk biaya kuliah dua anak, apalagi yang satu di kedokteran. Keduanya selalu membantu saya di warung," ucap warga Semarang Barat ini.
Menurut Sutrisno, ada kalimat yang dilontarkan anaknya hingga membuat matanya berkaca-kaca. Putri sulungnya pernah mengatakan kalau dirinya adalah seorang superhero.
"Saya sempat meneteskan air mata saat Ayu bilang, papa itu superhero kami, dan kami akan selalu sayang sampai kapanpun. Kalimat itu begitu mengena dan mewakili apa yang telah saya perjuangkan," ungkapnya.
Sutrisno berharap dengan kerja kerasnya itu, kedua anaknya bisa meraih cita-cita sesuai yang diharapkan, dan tentunya menjadi kebanggaan bagi dirinya dan keluarga. "Ini proses hidup, jangan pernah menyerah dengan keadaaan. Bangkit dan hadapi dengan senyum setiap permasalahan yang ada," katanya bijak.